Dampak pengaruh Covid19 Terhadap Ekonomi Bisnis Lokal
Jumlah kasus positif infeksi corona di indonesia terus bertambah. Covid-19 merupakan virus corona yang berasal dan pertamakali muncul dari kota wuhan, China pada akhir Desember 2019.Di duga Covid-19 ini berasal dari hewan kelewar dan setelah di telusuri, orang-orang yang terinfeksi virus ini merupakan orang-orang yang memiliki riwayat telah mengunjungi pasar basah makanan laut dan hewan lokal di Wuhan, China.
Salah satu penyebab virus ini mudah menyebar di indonesia adalah karena indonesia merupakan negara dengan sektor pariwisata. Sektor pariwisata ini merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi indonesia dan meiliki kontribusi terbesar ke 2 di indonesia setelah devisa hasil ekspor kelapa sawit.
Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan pemerintah pada 18 Maret 2020, segala kegiatan di dalam dan di luar ruangan di semua sektor yang terkait pariwisata dan ekonomi kreatif ditunda sementara waktu demi mengurangi penyebaran corona.
Bukan hanya sektor pariwisata yang mengalami kelumpuhan sementara, tetapi para karyawan dari jenis perusahaan lainnya ikut merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Yang dimana pekerjaan atau kegiatan yang biasanya dilakukan diluar rumah secara langsung sekaran terpaksa harus dilakukan di dalam rumah. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) justru menjadi sektor paling rentan kena hantaman pandemi virus corona. Sektor ini disebut ekonom tak bisa lagi menjadi penyangga perekonomian seperti saat krisis ekonomi dan keuangan 1998 dan 2008.
Tidak hanya itu, bahan makanan dan sembako juga banyak di borong oleh masyarakat setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya WNI positif virus Corona Pada 2 Maret lalu.
Akibatnya, harga alat kesehatan termasuk masker dan hand sanitizer alami kenaikan yang signifikan hingga berkali-kali lipat. Penimbunan barang yang dilakukan oleh masyarakat ketika terjadi sesuatu yang dianggap darurat atau gawat dikenal dengan istilah "Panic Buying" .
Dalam ekonomi, terdapat teori permintaan dan penawaran. Ketika permintaan terhadap suatu barang tinggi karena jumlahnya yang sedikit, penawaran terhadap harga barang juga mengalami kenaikan. Dengan kata lain, harga akan meroket akibat permintaan dari masyarakat yang tinggi. Kementerian Perdagangan perlu melakukan relaksasi bagi kebijakan impor bahan baku untuk kebutuhan industri. Penyebaran wabah virus korona telah membuat operasional banyak perusahaan menjadi terganggu karena kekurangan bahan baku baik impor maupun dalam negeri. Apabila tak segera direspons dengan baik, pada akhirnya akan membuat sektor produksi turut terhambat. Hal itu berimplikasi pada meningkatnya harga yang nantinya bakal menaikkan tingkat inflasi.
Gangguan aktivitas bisnis tersebut akan menurunkan kinerja bisnis sehingga menyebabkan pemutusan hubungan kerja dan bahkan mengalami ancaman kebangkrutan, Selanjutnya yang terjadi di sektor perbankan dan perusahaan pembiayaan berpotensi mengalami persoalan likuiditas. Sehingga menyebabkan depresiasi rupiah volatilitas pasar keuangan dan capital flight.
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyebut kondisi global tengah mengalami krisis akibat pandemi virus corona di berbagai negara. Bahkan situasinya saat ini dinilai lebih buruk dibandingkan krisis yang terjadi pada 2008. Untuk Indonesia, indikator umum terjadinya krisis itu bisa dirasakan dalam sebulan terakhir ini. Saham terus terkoreksi, rupiah mencapai level terendah, ancaman pengangguran, hingga pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai 0 persen.
Rupiah Melemah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat mencapai Rp 16.550 pada Senin (23/3) atau melemah 650 poin (4.09 persen). Sedangkan dalam kurs tengah Bank Indonesia atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah berada di posisi Rp 16.608 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter menyatakan akan terus melakukan intervensi untuk menstabilkan rupiah sesuai dengan fundamentalnya. BI juga memastikan likuiditas di perbankan akan tetap longgar atau mencukupi. Tak tanggung-tanggung, BI bahkan telah mengguyur hingga Rp 195 triliun sejak awal tahun ini hingga 18 Maret 2020 untuk menstabilkan rupiah. Ini dilakukan dengan memborong Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sejak awal tahun ini.